Saya telah berbuat baik dengan banyak orang tetapi tidak banyak yang membalas kebaikan saya. Merekan mengabaikan apa yang saya lakukan, seolah sampah yang berserakan. Mereka mengganggap saya bodoh karena kebaikan saya selalu dimanfaatkan. Hidup ini sepertinya tidak adil.

Apakah benar kebaikan itu berbuah kebaikan? Kenapa saya sama sekali tidak merasakan kebaikan.

Rasanya kebaikan terus dibalas dengan keburukan, saya bosan dan mending saya berbuat buruk saja seperti mereka. Apa gunanya saya baik, kenyataannya mereka tidak pernah mengerti arti kebaikan.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).

Sekarang kita lihat bagaimana sebenarnya kebaikan yang kita lakukan saat itu juga akan mendapat balasan atau imbalan kebaikan.

“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah (atom), niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah (atom), niscaya dia akan melihat (balasan)nya” (Qs. al-Zalzalah: 7-8).

Sesuai dengan diatas, ada kaidah yang sangat agung di dalam agama Islam adalah “Balasan sesuai dengan perbuatan.”

Sejatinya saat kita melakukan kebaikan (berbuat baik), sebenarnya saat itulah kita sedang mendapatkan kebaikan. Tanpa balasan kebaikan yang lain, kebaikan yang kita lakukan telah menjadikan kebaikan bagi kita. Begitu juga keburukan.

Penelitian menunjukkan bahwa saat kita berbuat baik dan melakukan kebaikan untuk orang lain saat itu juga kita akan memproduksi hormon endorfin atau hormon bahagia. Sehingga saat kita melakukan kebaikan sejatinya kita sedang memberikan tubuh atau diri kita kebahagiaan.

Hormon endorfin juga merupakan pereda nyeri alami tubuh. Sehingga saat kita berbuat baik akan menurunkan rasa nyeri (sakit) dalam diri kita.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketika kita berbuat kebaikan maka tubuh akan meningkatkan kadar hormon serotonin yang bertanggung jawab atas perasaan puas dan senang. Hormon serotin ini juga membantu tubuh kita untuk mengatur suasana hati serta jam tidur, nafsu makan, pencernaan, kemampuan belajar, dan memori.

Saat berbuat baik, tubuh juga akan melepaskan hormon oksitosin yang menyebabkan produksi zat kimia (oksida nitrat) yang dapat membantu memperlebar pembuluh darah sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Sehingga jantung kita akan terlindungi dan menjadi sehat. Hormon oksitosin ini juga dapat membantu kita meningkatkan kepercayaan, empati, dan ikatan dalam sebuah hubungan.

Dalam sebuah penelitian di California, peserta yang ditugaskan untuk melakukan tindakan kebaikan sederhana, seperti membeli kopi untuk orang asing, memiliki aktivitas gen leukosit yang lebih rendah. Gen leukosit dikaitkan dengan peradangan kronis, yang berhubungan dengan kondisi seperti rheumatoid arthritis, kanker, penyakit jantung, dan diabetes.

Studi juga menunjukkan, bahwa menjadi sukarelawan (aktivitas berbuat baik) berkorelasi dengan risiko kematian dini yang 24% lebih rendah (hampir sama dengan makan enam porsi buah dan sayuran atau lebih setiap hari).

Para relawan kebaikan lebih jarang mengalami gula darah tinggi serta tingkat peradangan yang terkait dengan penyakit jantung. Mereka juga lebih jarang dirawat di rumah sakit (38% tepatnya) daripada orang yang tidak terlibat dalam kegiatan amal.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa kebaikan yang kita lakukan pasti berbuah kebaikan, bahkan saat kebaikan itu sedang kita lakukan, kebaikan telah datang kepada kita.

Ketika melihat fakta ini, kita tentu harus bersyukur jika telah diberi kesempatan untuk berbuat baik, meskipun respon kebaikan kita tidak mendapatkan respon baik dari orang lain. Kenyataannya respon kebaikan telah dirasakan oleh tubuh kita.

Ketika kita melihat orang lain yang belum bisa berbuat baik, kita akan cenderung “kasihan” karena mereka tidak mendapatkan kebaikan-kebaikan dari kebaikan yang belum dilakukan.

Kadang kita terlalu menuntut, bahwa kebaikan yang kita lakukan harus mendapatkan kebaikan dari orang lain. konsep ini kuranglah tepat. Karena kita sama sekali tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain terhadap kita, kita hanya bisa mengendalikan perilaku kita.

Kebaikan tetaplah akan menjadi kebaikan dan akan mendapatkan balasan kebaikan, meski tidak ada respon kebaikan dari orang lain, bisa jadi akan ada atau sudah ada balasan kebaikan dalam bentuk lain yang tidak kita sadari.

Saat kita melakukan kebaikan, saat itu juga kita sudah mendapatkan kebaikan, syukurilah dan tetaptlah berbuat baik.

 

Sumber:

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20201113173252-255-569557/5-manfaat-kesehatan-dari-berbuat-baik-pada-sesama

https://www.halodoc.com/artikel/mengenal-4-jenis-hormon-untuk-mental-yang-sehat

https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-55422722

https://fisipol.uma.ac.id/inilah-manfaat-berbuat-baik-kepada-orang-lain/

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *