“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim)
Seorang ulama mengatakan, “Hati adalah raja. Ketika yang merawatnya bagus maka rakyatnyapun bagus.” (Kitab Syarah Arba’in Nawawi, Yahya bin Syarafuddin. Hiyatullah.com)
Sebagaimana kita ketahui, Guru Agung, Guru Mursyid Thoriqah dalam dzikirnya juga memusatkan dzikir di hati yang dalam prakteknya mengarahkan pada hati yang berada di dada sebelah kanan (yang dalam bentuk fisik kita sebut sebagai jantung bukan organ fisik hati/liver).
Jika kita terkoneksi dengan pengetahuan batin di dalam hati (jantung), kita bisa mengakses kebijaksanaannya sebagai sebuah sumber cinta dan petunjuk yang tinggi. (Dr. Joe Dispenza)
Dulu saat belajar di SMP kita hanya tahu bahwa jantung berfungsi sebagai organ biologis yang berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh, yang melihat jantung hanya sebagai mesin/organ tubuh yang luar biasa. Tetapi jika kita bandingkan dengan otak, kita cenderung mengangap bahwa otak adalah organ yang lebih hebat dari pada jantung. Meski keduanya adalah organ yang sangat dibutuhkan dalam hidup kita.
Ternyata jantung (hati) memiliki peranan yang luar biasa yang tidak hanya sebagai mesin tubuh yang luar bisa. Tetapi disana juga merupakan pusat kehidupan dan sumber kebijaksanaan manusia. Begitu dahsyatnya peranan hati (jantung) dalam kehidupan, yang semua sebenarnya sudah tertulis dalam berbagai kitab klasik/buko kuno yang menjelaskan pentingnya untuk menjaga hati (jantung).
Yang pada intinya untuk mendapatkan kehidupan yang baik (di dunia maupun di akhirat), kita harus selalu menjaga dan membersihkan hati kita dari sifat-sifat yang buruk (membenci, dengki, marah, iri, berbohong dan berbagai sifat/akhlak buruk lainnya). Bahkan ada yang menyebut bahwa buah atau hasil dari ibadah adalah akhlak yang baik. Orang lain tidak akan melihat seberapa banyak ibadah yang kita lakukan, tetapi mereka hanya tahu seberapa baik atau buruk akhlak/sikap kita.
Guru Agung selalu mengajarkan kita untuk bersikap welas asih, kebaikan hati, berlemah lembut, bersyukur, berprasangka baik dan berbagai sifat dan emosi positif yang lain. Yang semua emosi luhur ini ternyata sangat bermanfaat bagi kehidupan kita termasuk dalam hal kesehatan.
Ketika kita mampu mempertahakan koherensi jantung (jantung berdetak secara konsisten, ritmis dan teratur) akan sangat banyak manfaat yang didapatkan, termasuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan sistem saraf dan keseimbangan hormon serta meningkatkan fungsi otak. Koherensi jantung bermula dari detak jantung yang mantab dan koheren melalui pengembangan, pelatihan dan pemeliharaan emosi-emosi luhur (rasa syukur, apresiasi, terima kasih, inspirasi, kebebasan, kebaikan hati, cinta, wlas asih dan kesukacitaan. (Dr. Joe Dizpenza)
Level-level kesadaran yang terkalibrasi di bawah level 200 berpotensi terkena penyakit (meliputi penyakit fisik, mental dan spiritual) yang merusak kehidupan, sementara level kesadaran yang diatas 200 memelihara, menyembuhkan dan memelihara kehidupan. Level kesadaran di bawah 200 meliputi: kebanggaan (175); amarah (150); hasrat (125); ketakutan (100); dukacita (75); apati (50); rasa bersalah (30) dan rasa malu (20). sedangkan level kesadaran di atas 200 meliputi: keberanian (200); netralitas (250); kesediaan/optimis (310); penerimaan/pemaafan (359); penalaran/bijaksana (400); cinta (500); kesukacitaan (540); kedamaian (600); pencerahan (700-1000). (David R. Hawkins)
Disinilah kita melihat kesamaan dari ajaran pada Guru Agung dan pengetahaun terkini yang menyatakan pentingnya menjaga Hati (jantung) untuk selalu dipenuhi dengan berbagai emosi luhur/positif.
Menjadi apapun kita, bukankah hal yang sangat membahagiakan ketika kita sedang berada pada jalur membersihkan hati dari kotorannya (sifat-sifat buruk/negatif) dan mengisinya dengan emosi yang luhur? terlepas bagaimanapun keadaan kita sekarang.
Bagaimana pendapat anda?