Beberapa waktu yang lalu seorang ibu hadir di ruang konseling menemui kami. Ibu ini datang dengan deraian air mata. Usia pernikahan selama 20 tahun ini, yang harusnya menjadi momen membahagiakan bagi semua pasangan, ternyata baginya menjadi ajang korban perundungan (bullying).
Dia terus-terusan dibully (disakiti) oleh suaminya sendiri. Di saat yang bersamaan, hampir semua tetangga yang ada di lingkungan rumahnya juga menyudutkan secara sosial terhadap dirinya. Di lingkungan rumah, sama sekali tidak ada sahabat dekat atau tetangga yang baik baginya untuk bisa diajak berteman.
Ibu ini lebih sering mengurung diri di rumah, karena malas jika harus bertemu dengan tetangga. Di satu sisi saat di rumah, dia juga harus mendapatkan terpaan sikap dan ucapan yang selalu menyalahkan dirinya sebagai seorang istri, dari suami yang harusnya melindungi dirinya baik secara fisik maupun secara mental.
Suami saya persis (mirip) sekali, perkataan dan sikapnya dengan ibu saya. Selalu menyalahkan, menyudutkan, tidak memberi kesempatan untuk mengatakan sesuatu dan mengganggap saya yang selalu salah dan terus direndahkan.
Kenapa saya justru mendapatkan suami yang sikapnya sama persis dengan ibu yang terus menyakiti saya?
Ada juga kisah seorang anak yang di sekolah menjadi korban perundungan (bullying) oleh teman-temannya. Menyadari hal ini, orangtua memindakan anaknya ke sekolah yang lain. Kenyataannya di sekolah yang baru, anak ini juga menjadi korban bullying. Orang tua memindahkan anak ke sekolah yang lain lagi, dan di sekolah yang baru, si anak tetap menjadi korban bullying.
Kenapa anak ini selalu menjadi korban bullying?
Seorang yang sedang merintis usaha dari awal (nol), sampai pada sebuah perjalanan panjang usahanya, sampai pada titik dimana usaha bisa dikatakan mulai atau cukup berkembang. Entah ada apa dipikiran pengusaha ini, saat usaha yang dirintisnya mulai dari nol nampak menunjukkan hasil, usaha mulai terlihat berkembang tetapi dia memilih untuk berhenti dan ganti usaha yang lain.
Setelah memulai kembali usaha yang baru ini dari nol, dan melewati perjalanan yang melelahkan, sampai dititik usaha mulai dan cukup berkembang. Namun pada titik ini dia juga menemukan alasan yang tepat dan logis yang mengharuskan dia berhenti melanjutkan usaha ini dan membuka usaha yang baru. Ini terjadi berulang kali.
Kenapa harus berhenti dan membuka usaha baru, saat usaha sudah mulai/cukup berkembang?
Ada juga seorang karyawan di sebuah perusahaan. Dengan susah payah mengejar posisi yang selama ini dia impikan, tetapi setelah mendapatkan posisi yang diimpikan, dia tidak tahu kenapa ada saja alasan yang sangat logis yang harus membuat dia segera keluar dari tempat perusahannya.
Ini tidak terjadi sekali. Di tempat/perusahaan baru, dimana dia bekerja, dia mengejar sebuah posisi yang dia impikan, sampai diposisi yang diharapkan, dia harus keluar dari perusahaannya dengan alasan yang logis.
Tetapi kenapa setiap mencapai puncak posisi yang diiinginkan selalu ada alasan untuk resign?
Atau kita juga pernah mengalami hal yang sama, kita menemukan sebuah kegagalan dengan pola yang sama? Atau kita mengalami sebuah kejadian menyedihkan dengan pola yang mirip?
Mari kita bahas ini dari perspektif fungsi Pikiran Bawah Sadar (PBS).
Ada dua fungsi PBS yang sangat penting yang harus kita ketahui jika kita ingin membahas pola kegagalan berulang yang terjadi pada diri kita.
Yang pertama, PBS mempunyai fungsi untuk melindungi kita (pikiran sadar dan tubuh fisik kita) dari hal-hal yang dipersepsikan, diyakini dan dirasakan oleh PBS sebagai sesuatu yang membahayakan atau merugikan bagi kita. Yang kedua, PBS sangat menyadari pentignya mengatasi masalah (melakukan resolusi trauma) tetapi PBS bukan penyelesai masalah.
Karena PBS menyadari pentingnya mengatasi masalah dan menyadari bahwa dirinya (PBS) tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, maka PBS membutuhkan bantuan oranglain untuk bisa menyelesaikan masalah ini.
PBS akan terus berkomunikasi dengan kita (pikiran sadar) dengan memunculkan kembali memori-memori masa lampau yang berhubungan dengan masalah yang kita hadapi, atau memunculkan perasaan tidak nyaman pada kita.
Selain dengan dua cara diatas, PBS juga bisa menempatkan kita pada situasi yang sama atau mirip dengan pegalaman traumatik masa lampau sampai masalah ini disadari dan kemudian diselesaikan sampai tuntas.
Inilah jawaban kenapa kita mengalami pola berulang pada kejadian yang menyakitkan/menyedihkan, atau kenapa kita mengalami masalah yang sama atau serupa.
Ini adalah bentuk dari komunikasi atau informasi dari PBS bahwa dalam diri kita ada sebuah masalah yang perlu untuk diselesaikan sampai tuntas. PBS-lah yang menempatkan kita pada kejadian yang sama atau kejadian yang mirip, sehingga kita menyadari bahwa kita memiliki masalah, dan segera kita menyelesiakannya sampai tuntas.
Ketika pesan atau informasi ini diabaikan, maka PBS akan terus menempatkan kita pada kejadian yang sama atau mirip dengan kejadian traumatik di masa lalu. Disinilah pola berulang itu terjadi.
Apa solusi yang bisa dilakukan, jika kita mengalami pola kegagalan atau kejadian menyedihkan yang sama atau hampir mirip?
Kita harus segera menyadari bahwa kita memang mempunyai masalah, dan segera untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan tuntas.
Jika memang kita tidak mampu menyelesaikan secara mandiri, kita bisa meminta bantuan profesional untuk membantu menemukan akar masalah yang menjadi penyebab kejadian pola berulang, menetralisir emosi negatif yang mengganggu dan merekonstruksi memori sehingga bisa terhubung dengan memori autobiografi kita.
Dalam bahasa teknis di Adi W Gunawan Institute of Mind Technology, pola berulang ini dikenal sebagai REENACTMENT.