Hari ini dengan tidak sengaja padangan mata saya tertuju pada sebuah almari yang berisi barisan buku-buku yang biasanya hanya saya ambil satu buku, habis terbaca, saya kembalikan baru mengambil buku yang lain.

Pagi tadi saya sedang membaca buku yang belum tuntas saya selesaikan beberapa minggu ini, sebuah buku dengan topik Hypnoterapy yang di tulis oleh seorang pakar hypnotherapy Amerika, Gill Boyne.

Tetapi entah kenapa saya tertarik untuk mengambil sebuah buku berjudul Menunggu Papa, yang ditulis oleh rekan sejawat senior hypnoterapis AWGI dan AHKI, Bu Yanah, CHt. Buku ini masih terlapisi plastik, sebagai pertanda buku ini masih baru, belum pernah saya buka sejak saya membelinya. Saya ingatpun saya tetap lupa kapan saya membeli buku ini. Tidaklah saya lanjutkan mengingat, yang penting buku ini sudah ditangan dan mulai saya buka lembar demi lembar.

Tidak terasa saya terbawa dengan alur cerita yang dibawakan buku setebal 142 halaman itu, selesai saya baca dalam satu kali duduk. Saya sangat menikmati alur cerita yang dibagikan, yang menurut saya penuh dengan inspirasi dan pembelajaran untuk kita sebagai orang tua.

Buku ini menceritakan begitu pilunya seorang anak gadis yang secara biologi memiliki seorang ayah, tetapi secara psikologis tidak pernah mendapatkan kehadiran seorang ayah dalam dirinya. Bagaimana ketika dewasa seorang wanita sering melamun, merasa kosong dan bosan menunggu, tetapi tidak tahu apa yang sedang ditunggu. Setelah mempelajari teknologi pikiran barulah disadari bahwa dalam dirinya ada anak kecil (dirinya sendiri) yang berusia delapan tahun yang sedang menunggu di depan pintu akan datangnya seorang ayah/papa.

Bagaimana emosi yang tersimpan di dalam diri kita, karena sebuah kejadian yang terjadi saat kita masih kecil dan belum terselesaikan, sangat mengganggu hidup kita ketika dewasa. Pada suatu malam di usia 40 tahun, wanita dewasa ini memiliki kebiasaan setiap tengah malam terbangun dengan perasaan takut, napas tersengal, dan tubuh gemetar. Tidak tahu kenapa semua itu terjadi, yang jelas itu terjadi dan sangat mengganggu dirinya.

Setelah menelusuri lebih dalam masuk ke dalam diri ditemukan ketika usia dua tahun, dia dimarahi oleh mamanya, dimasukkan ke dalam kamar dan dikunci di dalam kamar dengan kondisi kamar gelap. Anak kecil berusia 2 tahun pun sangat ketakutan. Dan kejadian tersebut sangat menggangu hidupnya ketika dewasa. Yang secara sadar tidak disadari olehnya.

Semua masalah diungkapkan secara detail dan dengan penuh kesadaran, dengan cara yang tepat, bagaimana akhirnya wanita dewasa ini mampu memaafkan papanya dan memaafkan mamanya, menerima masa lalunya dengan penuh suka cita, memaknai kembali masa lalunya. Pada akhirnya semua masalah yang menggangu mampu di selesaikan.

Dari sana kita belajar bahwa kehadiran ayah (dan juga bunda) serta kejadian yang kadang kita sebagai orang tua mengganggap itu hal sepele, tetapi sangat penting dan berdampak bagi kehidupan dan masa depan anak.

Memang benar kita mempunyai banyak kewajiban di luar rumah, apalagi seorang ayah untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Tetapi kita harus ingat bahwa kita juga memiliki kewajiban di dalam rumah untuk hadir dalam kehidupan anak dan mendidik anak-anak kita.

Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak dan akan berdampak besar bagi masa depan anak. Bukan hanya uang jajan, makan, pakaian, mainan dan kebutuhan materi yang lain yang dibutuhkan anak. Tetapi sentuhan, pujian, bermain bersama, tatapan kasih sayang dari kita sebagai orang tua juga sangat dibutuhkan oleh seorang anak.

Ayah bunda, mari kita hadir dalam diri anak, masuklah ke dalam hati anak yang terdalam dan hadirlah dalam kehidupan mereka, karena itu sangat dibutuhkan oleh anak-anak kita.

“Harta benda di dunia ini hanyalah fatamorgana. Anakmu adalah harta terindah karunia Ilahi. Akankah kamu mengorbankan karunia Ilahi demi sebuah fatamorgana?” Yanah, CHt.

“Jika kita kehilangan uang, kita bisa mencarinya. Jika kita kehilangan harta, kita bisa mengumpulkannya kembali. Jika kita kehilangan karir, kita bisa mulai menitinya. Tetapi jika kita kehilangan masa kecil anak, dia tidak akan pernah kembali lagi.” Masul Hadi, S.Psi, CHt.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *